Sabtu, 04 Juni 2011

Kutitipkan Kota Ini Padamu

Gadis cantik bermata coklat bening duduk termenung di tepi kolam yang indah. Sebut saja namanya Ritian Zahrani. Ia melamunkan betapa bahagia kakak sulungnya dapat menempuh program sarjana di Kota. Kota besar yang tak pernah tidur, dipenuhi gedung-gedung pencakar langit dan beraneka ragam kecanggihan yang menakjubkan. Ingin rasanya melanjutkan kuliah ke Kota. Namun, keinginan Tian untuk kuliah di Kota tidak mendapatkan izin dari kedua orangtuanya. Berulang kali Tian merengek dan merajuk untuk kuliah di Jakarta, tapi tidak menggoyahkan pendirian kedua orangtuanya.
      “Emak,, rayulah bapak agar aku mendapat izin kuliah di Kota” rengek Tian
“Nduk, anak gadisku yang cantik apa yang dikatakan Bapakmu itu benar. Tidak baik anak gadis pergi jauh dari orangtua sendirian. Kecuali nanti kalau kamu sudah menikah kamu bisa meninggalkan kami jika dibawa oleh suamimu.” jawab Emak
“Emak ini, Tian kan ingin belajar. Tian ingin jadi wanita pengusaha yang sukses. Lagipula, disana ada kak Fian yang akan menjaga Tian” timpal Tian
“Anakku, tidak selamanya kakakmu punya waktu untukmu. Ada kalanya dia sibuk dengan urusannnya sendiri. Jadi lebih baik kamu kuliah disini saja. Lagipula di sini ada banyak universitas yang berkualitas. Kamu tinggal memilih yang sesuai dengan kemampuan kamu. Jangan membantah nasehat Bapakmu!” ungkap Emak dengan lembut.
Mendapat jawaban seperti itu, meruntuhkan semua impian Tian untuk kuliah di Kota. Seperti menegakkan benang basah merubah pendirian Emak dan Bapak. Akhirnya dia menuruti kemauan Emak dan bapak kuliah di Desanya.
Meski sudah diterima di perguruan tinggi yang cukup terkemuka, hati Tian tetap tidak puas. Keinginan hatinya untuk melanjutkan ke Kota masih belum reda. Sehingga, hampir setiap hari Tian duduk termenung di pinggir kolam membayangkan hidup di kota metropolitan. Meski kasihan melihat sikap Tian yang semakin murung Emak dan Bapaknya tetap tidak merubah pendirian mereka. Mereka berfikir butuh waktu bagi Tian untuk menerima keadaan dan bersosialisasi dengan lingkungan kampus barunya. Kelak jika Tian sudah bisa bersosialisasi pasti gadis kecil mereka yang periang akan meghiasi suasana rumah kembali.
Selang beberapa minggu masa perkuliahan aktif, ada seorang mahasiswa baru di kampus Tian pindahan dari Kota. Dia memperkenalkan dirinya dengan nama Riendra. Semua teman Tian terpesona oleh Riendra yang memang sangat ramah, periang dan keren. Secara singkat riendra telah menjadi bintang dadakan di kelas Tian.
Hari-hari pertama kehadiran Riendra tidak membawa pengaruh apapun pada Tian. Masa-masa kuliah tetap dilaluinya dengan hambar dan tanpa semangat. Keadaan ini membuat ketertarikan Riendra pada Tian yang selalu acuh tak acuh kepadanya tidak seperti anak kebanyakan.
Suatu hari ketika sedang melamun sendirian Tian terhenyak menyadari kehadiran Riendra didekatnya. Namun hal itu hanya sementara dan dia kembali menjadi sosok Tian yang misterius bagi Riendra.
“Kamu ini, aku perhatikan tiap hari selalu murung dan melamun, seperti tidak punya semangat kuliah sama sekali” Tanya riendra.
 “Tidak apa-apa” jawab Tian singkat sambil berlalu meninggalkan Riendra.
Berkali-kali Riendra mengulang pertanyaan yang sama pada Tian. Namun, berkali-kali juga Riendra mendapat jawaban yang serupa dari Tian. Tapi, rasa keingintahuan Riendra membuatnya tidak pernah menyerah mengungkap rahasia di balik kemurungan Tian. Hingga akhirnya Tian mau menceritakan tentang impiannya yang tidak terwujud.
“Sebenarnya aku tidak berminat kuliah disini. Aku ingin kuliah di Kota seperti kakakku. Kakakku pernah bercerita kampus disana begitu indah, ada bus khusus bagi mahasiswa yang siap mengantar keliling kampus menikmati keindahan bangunan kampus yang menjulang tinggi yang pastinya dirancang oleh seorang arsitektur hebat. Selain itu, disana ada banyak bangunan pencakar langit yang kokoh. Tidak seperti disini, lihatlah bagaimana keadaan kampus kita yang sangat sederhana dan jarang kita temukan gedung pencakar langit disini. Tapi, kedua orangtuaku tidak memperbolehkanku melanjutkan ke sana hanya gara-gara aku seorang gadis. Apa gunanya ada emansipasi jika keadaan tetap seperti ini?. Aku malu ketika kakakku pulang dan memintaku cerita pengalaman kuliahku disini” ungkap Tian.
Riendra hanya tersenyum tipis menanggapi cerita Tian yang dianggapnya terlalu sederhana. Hal ini membuat tian kesal dan menyesal telah bercerita pada Riendra.
“Mengapa kamu tersenyum? Ada yang terasa lucu bagimu? Apa kamu mengejek keinginanku itu? Aku malah heran padamu sudah enak bisa kuliah di Kota yang megah malah memilih pindah ke sini? Padahal tidak ada yang menarik disini.” tanya Tian ketus.
Riendra menanggapi dengan santai pernyataan Tian.
“Kamu jangan hanya membayangkan yang keindahan Kota. Tapi cobalah bayangkan keindahan daerahmu sendiri. Lihatlah disekitar kampus kita setiap jalan setapak masih lenggang dan harum bau alam yang kental, udara yang segar dan bersih. Disini masih ada rasa gotong-royong diantara teman dan rasa persaudaraan satu sama lain. Suasana damai seperti ini aku jamin tidak akan kamu temui di sana. Kamu tahu tidak mengapa aku memilih pindah kesini?”
Tanpa mengucapkan apapun Tian hanya menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menatap tajam pada Riendra menyorotkan rasa keingintahuannya.
“Disana meski terlihat indah dengan bangunan-bangunan pencakar langitnya yang kokoh, sebenarnya merugikan banyak orang”
“Kok bisa?” tanya Tian heran
Sambil tersenyum simpul Riendra menjawab
“Gedung-gedung itu dapat berdiri atas kerja keras mati-matian orang bawah, mengaduk semen, menata batubata, sampai bangunan itu jadi. Tapi sebenarnya sebelum bangunan itu dibangun rumah-rumah kardus orang bawah tersebut yang digusur dan dipaksa pindah. Setelah gedung-gedung itu jadi dengan hamparan semen sangat luas tanpa ada sisa resapan air yang cukup. Akibatnya ketika turun hujan dan sungai sudah tidak bisa menampung air karena penuh sampah-sampah masyarakat yang pada akhirnya menyebabkan banjir. Tahukah kamu siapa orang yang paling sengsara?”
Mereka terdiam sesaat
      “Orang bawah juga” gumam Tian pelan
“Ya, kamu benar. Apakah tatanan kota yang seperti itu yang kamu idamkan? Selain itu, disana jarang sekali tolong-menolong. Individu menganggap ini hidupku dan aku urus sendiri demikian juga sebaliknya hidupmu uruslah sendiri. Sekarang kamu lihat sekitarmu, setiap pagi suara burung masih terdengar, hijau nyiur pepohonan yang masih membuai, hembusan angin segar yang masih terasa sangat indah jika kita resapi dalam-dalam.” ungkap Riendra.
“Hmmm, mungkin kamu hanya melihat pada satu sisi saja. Lihat di sini juga banyak air sungai yang menghitam dan dipenuhi sampah permukaannya, tak ada bedanya kan?” sangkal Tian.
“Itu hanya sebagian kecil saja, dan itulah yng menjadi tugas kita generasi penerus bangsa untuk membngun kota tempat tinggal kita ini. Kita jaga dan lestarikan kebaikan yang sudah ada didalamnya dan dan kita benahi apa yang kurang darinya. Jangan kita hanya terdiam membayangkan dan mengandai-andai saja. Kita boleh berpatokan pada sesuatu yang telah ada dari kota lain tapi kita juga harus menciptakan sesuatu yang baru yang nantinya akan menjadi ciri khas daerah kita. Misalnya tatanan kota yang bersih, rapi, nyaman. Bahkan kamu juga bisa membayangkan sesuatu yang lebih dari itu” ungkap Riendra.
“Maksudnya?” tanya Tian.
“Kamu bisa membayangkan jika kota kita ini terdapat sebuah tiang listrik bawah tanah hingga tidak ada lagi pemadaman listrik yang beralasan terbakar atau robohnya tiang listrik karena hujan dan petir. Atau bisa juga jalan bawah tanah agar kemacetan tidak terjadi dimana-mana. Selain itu kita juga mengadopsi budaya barat yang dirasa positif dan bermanfaat. Seperti mengoperasikan setiap alat transportasi tepat waktu pada jam yang telah ditentukan, sehingga mengajarkan budaya disiplin dan menghargai waktu pada masyarakat. Atau bisa juga kamu menciptakan ide kreatif baru sebagai symbol kotamu. Ya kan?”
Tian terdiam dan tersenyum-senyum sendiri membayangkan gambaran kota yang Riendra ungkapkan.
      “ Kamu ini imajinasinya ketinggian” celetuk Tian
“Ya, tidak masalah dong? Kita bisa berimajinasi setinggi mungkin tentang apa yang kita inginkan. Pembangunan kota yang super canggih dalam bayangan kita akan memotivasi kita menciptakan kreasi dan ide-ide baru untuk mengimplementasikan imajinasi kita dalam kenyataan. Karena sebuah kota adalah kebanggan bagi setiap masyarakatnya. Kalau kita cuma melamun dan menyesali diri karena impian kita untuk hidup di kota metropolitan tidak terwujud, yah resiko terpuruk dalam penyesalan dan tanpa perkembangan yang hanya akan kita dapatkan”.
“Kamu benar, tidak seharusnya aku hanya duduk termenung membayangkan keindahan kota lain dan mengandai-andai aku hidup didalamnya. Lebih baik aku mengambil contoh yang baik saja dari kota tersebut dan mengembangkan imajinasiku untuk mengembangkan daerahku.  Aku akan terus belajar mewujudkan kecanggihan kota yang aku bayangkan. Aku bisa memulainya dari rumahku sendiri dan lingkungan sekitar.” ujar Tian semangat.
“Oke aku mendukungmu kutitipkan kota ini padamu. Jadikanlah kotamu kebanggaan bagimu” sahut Riendra mantap.
Percakapan hari itu ditutup dengan langkah pasti keduanya menyongsong semangat membangun kota mereka sesuai imajinasi mereka dan selalu menjadikan kota mereka kebanggaan bagi mereka.


SEKIAN




Tidak ada komentar:

Posting Komentar