Sabtu, 04 Juni 2011

Monumen TRIP SMPN 3 Bojonegoro


Pada saat clash II (Agresi Militer Belanda II) tahun 1949, Belanda menduduki wilayah Bojonegoro dan memutus semua bentuk komunikasi lokal pada pusat untuk meminta bantuan. Hubungan TRIP Bojonegoro dan TRIP pusat praktis sudah terputus sama sekali, sehingga semua kegiaan taktis operasional dibawah komando kesatuan ronggolawe, yang dikordinir oleh kapten EWP.Tambunan.
Dalam menghadapi tugas kesatuan ronggolawe pasukan TRIP Bojonegoro dibagi :
1.        SATU REGU tetap berada di kota Bojonego. dengan tugas melakukan bumi hangus kota pada tahap akhir, persiapan perang gerilya.
2.        DUA REGU melakukan kegiatan mobilisasi.
3.        KELOMPOK KECIL yang merupakan staf bertugas menyediakan perlengkapan dan selalu kontak dengan komandan/staf kesatuan ronggolawe.
Dalam menjalankan tugas operasional masing-masing regu, pasukan TRIP Bojonegoro membagi wilayah sector A yang wilayahnya meliputi daerah desa antara Kota Bojonegoro ke selatan sampai Kecamatan Dander menjadi sub-sub sector untuk pertahanan. Desa-desa termasuk sector sub sector A.1 sebagai markas pasukan TRIP adalah Desa Pacul, Sumbertlaseh, Panggang, Ngumpakdalem, Mojoranu, Sendangrejo, Sumberagung, Glonggong, Somodikaran, Tempuran, Kawis, Cumpleng dan Ngrayut.
Tgl. 25 dan  26 Maret 1949 pasukan TRIP saat itu sedang mengadakan konsolidasi seluruh kekuatan pasukan, sehingga Regu I  yang dipimpin oleh Soegeng Prawirodirdjo, Regu II dipimpin oleh Padang Sudirdjo, Regu III dipimpin oleh Rochmad berkumpul di Desa Kedungsari dan akhirnya seluruh jajaran regu dipimpin langsung oleh komandan pelton Wahyudi. TRIP berencana menempatkan pasukan di sub sektor A.1 yang dipercayakan pasukan TRIP Bojonegoro oleh komandan kesatuan ronggolawe. Dengan tidak disangka-sangka Belanda menyerang Kedungsari dengan kekuatan 1 Kompi pertempuran tidak dapat dihindari. Pihak Belanda 2 orang tewas dan pihak TRIP sersan ma’un dan anak buahnya gugur.
Komandan peleton Wahyudi diminta melapor ke TRIP pusat, pimpinan komando diserahkan kepada Soegeng Prawirodirdjo dan Padang Sudirdjo sekaligus memegang komando sub sector A.I . Kedudukan komando sum sektor di Desa Glonggong Sumberagung..
Setelah Belanda menduduki kota Rengel Tuban maka bumi hangus tahap akhir kota Bojonegoro dilaksanakan. Yang dilakukan oleh regu Sugeng Prawirodirdjo, TGP (Tentara Gabungan Pelajar) Bojonegoro dan gasukan geni ronggolawe dan 1 regu pasukan CPM. Maskas TRIP kemudian dipindah ke Somodikaran. Begitu pula pemerintahan sipil kegiatannya dialihkan keluar kota. Setelah itu, Belanda berhasil dipukul mundur dari Kabupaten Bojonegoro.
Dalam upaya pembumihangusan seluruh kota Kabupaten Bojonegoro, para pasukan TRIP rela mengorbankan sekolah mereka agar tidak diduduki oleh tentara Belanda. Meskipun sebenarnya tujuan awal setelah berperang para pasukan TRIP akan kembali melanjutkan pendidikan yang sempat tertunda. Didasarkan oleh rasa bersalah dan berhutang pada lembaga pendidikan setempat para pejuang TRIP berjanji jika mereka telah berhasil dalam usahanya kelak mereka bercita-cita akan membangun sekolah baru mengganti sekolah mereka yang telah dibumi hanguskan.
Untuk mewujudkan cita-cita dan mengenang perjuangan mereka pasukan TRIP membangun SMPN 3 Bojonegoro pada 16 Nopember 1980 sebagai monumen perjuangan mereka. Pasukan TRIP  memilih daerah Mojoranu, sebagai lokasi pembangunan monumen karena 3 alasan antara lain :
1.         Pasukan TRIP ingin membalas budi baik masyarakat Mojoranu yang dulu telah banyak membantu perjuangan TRIP saat perang gerilya
2.         Desa Mojoranu letaknya strategis di tengah-tengah pusat perjuangan mereka yakni di sub sector A.1 di wilayah Kecamatan Dander.
3.         Pada waktu itu, sekolah setingkat SMP hanya ada di wilayah jantung kota Bojonegoro yakni SMPN 1 dan SMPN 2 sehingga masyarakat wilayah Bojonegoro ke selatan (Kecamatan Dander) terlalu jauh untuk memperoleh pendidikan. 
Sampai saat ini monumen perjuangan TRIP tersebut masih berdiri megah. Namun masyarakat sekitar lebih mengenal SMPN 3 Bojonegoro dengan sebutan SMP MASTRIP karena pada saat perjuangannya tentara TRIP memiliki sikap yang positif dan membaur dengan masyarakat, dan mayoritas pellajar tersebut masih muda sehingga sering dipanggil dengan sebutan mas-mas tentara oleh masyarakat.
Visi dari SMPN 3 Bojonegoro adalah patriotik, disiplin, terampil, prestasi, berbudi pekertui luhur berdasarkan iman dan takwa. Keunikan visi ini adalah kata patriotik yang diilhami dari asal berdirinya sekolah tersebut dan fungsi sekundernya selain lembaga pendidikan juga merupakan monument perjuangan TRIP. Dengan adanya kata patriotic tersebut diharapkan setiap siswa memiliki jiwa patriotisme yang tinggi yang telah dicontohkan oleh para pasukan TRIP yang notabene merupakan pelajar tingkat menengah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar